Kenapa manusia
berkomunikasi ?
Sebagai
makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya.
Jika orang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya ia akan merasa
terisolasi dari masyarakatnya. Pengaruh dari keterisolasian ini akan
menimbulkan depresi mental yang pada akhirnya membawa orang kehilangan
keseimbangan jiwa. Oleh sebab itu menurut Dr. Everett Kleinjan dari East West
Center Hawaii, komunikasi sudah merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia
seperti halnya bernafas. Sepenjang manusia ingin hidup maka ia perlu
berkomunikasi.
Profesor
Wilbur Schramm menyebut bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin
masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin
dapat mengembangkan komunikasi (Schramm; 1982)
Menurut
teori dasar Biologi manusia ingin berkomunikasi dengan manusia lainnya itu
karena adanya dua kebutuhan, yakni kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Harold D.Lasswell salah
seorang peletak dasar ilmu komunikasi lewat ilmu politik menyebut tiga fungsi
dasar yang menjadi penyebab, mengapa manusia perlu berkomunikasi :
1.
Hasrat manusia untuk mengontrol
lingkungannya. Melalui komunikasi manusia dapat mengetahui peluang-peluang yang
dapat dimanfaatkan untuk kelangsungan hidupnya serta menghadapi segala ancaman
yang akan menimpa alam sekitarnya. Bahkan dengan komunikasi manusia dapat
mengembangkan pengetahuannya dengan cara belajar dari pengalaman ataupun
informasi yang didapat dari lingkungannya.
2.
Upaya untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungannya. Proses kelanjutan suatu masyarakat itu adalah bagaimana selanjutnya
beradaptasi dengan lingkungannya. Penyesuaian ini dilakukan agar manusia hidup
dalam suasana yang harmonis
3.
Upaya untuk melakukan transformasi
warisan sosialisasi. Suatu masyarakat yang ingin mempertahankan keberadaannya,
maka mereka dituntut untuk melakukan pewarisan nilai-nilai yang ada. Misalnya
bagaimana orangtua mengajarkan tata karma yang baik kepada anaknya, media massa
menyalurkan pesan kepada khalayak.
Professor
David K.Berlo dari Michigan State University menyebutkan secara ringkas bahwa
komunikasi sebgai instrument dan interaksi yang berguna untuk mengetahui dan
memprediksi sikap orang lai, juga untuk mengetahui keberadaan diri sendiri
dalam mencipatakan keseimbangan dalam masyarakat. (Byrnes, 1965)
Jadi
proses komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena dengan
komunikasi kita bisa mengatur tata karma, mewariskan kebudayaan dll. Bisa
dikatakan untuk sekarang ini keberhasilan seseorang tergantung bagaimana proses
komunikasi yang ia lakukan.
Ada beberapa alasan komunikasi
dipandang penting, diantaranya:
Untuk Pertumubuhan Kepribadian.
Pada
aba ke 13, seorang kaisar Kerajaan Romawi yang Suci, Frederick II, mengadakan
eksperimen yang menarik. Ia ingin mengetahui –bukan saja dia tapi kita juga
penasran ingin tahu – apakah bahasa yang akan digunakan oleh anak-anak,
bila kepada mereka tidak diajarkan bahasa apa pun pada tahun-tahun kehidupan
mereka. Ia memilih beberapa orang bayi dan merawatnya dalam satu tempat yang
khusus. Bayi-bayi itu dipelihara sebagaimana layaknya – dimandikan, dirawat dan
disusui. Tetapi tidak seorang pun diperbolehkan berbicara, bersenandung,
menyanyikan lagu pengantar tidur buat mereka atau sekedar mengelurakan bunyi.
Selidik punya selidik, semua anak yang dirawat itu meninggal secara misterius
dan sangat mengganaskan, dan eksperimen ini dihentikan dan tidak pernah
diulangi.
Eksperimen
Frederik tidak dapat menjelaskan bagaimana kita bisa berbahasa. Tapi kepada
kita, peristiwa malang itu memberi gambaran bahwa untuk dapat hidup dan menjadi
manusia, komunikasi sangat dibutuhkan. Komunikasi amat esensial buat
pertumbuhan kepribadian manusia. Ahli-ahli ilmu sosial terlalu sering
mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi akan menghambat perkembangan
kepribadian (Davis dan Wasserman dalam Jalaluddin Rakhmat, 2004:2). Antropolog
kenamaan, Ashley Montagu, dengan tegas menulis: “The most important agency
through which the child learns to be human is communication, verbal also non
verbal”.
Dengan
komunikasi, manusia mengekspresikan dirinya, membentuk jaringan interaksi
sosial, dan mengembangkan kepribadiannya. Seperti dinyatakan Ashley di atas,
kita belajar menjadi manusia melalui komunikasi. Anak kecil hanyalah seonggok
daging sampai ia belajar mengungkapkan perasaan dan kebutuhannya melalui
tangisan, tendangan atau senyuman. Segera setelah ia berinteraksi dengan orang
disekitarnya, terbentuklah perlahan-lahan apa yang kita sebut kepribadian.
Bagaimana ia menafsirkan pesan yang disampaikan orang lain dan bagaimana ia
menyampaikan pesannya kepada orang lain, menentukan kepribadiannya. Manusia
bukan dibentuk oleh lingkungan, tetapi oleh caranya menerjemahkan pesan-pesan
lingkungan yang diterimanya. Wajah ramah seorang ibu akan menimbulkan
kehangatan bila diartikan si anak sebagai ungkapan kasih sayang. Wajah yang sama
akan melahirkan kebencian bila si anak memahaminya sebagai usaha si ibu tiri
untuk menarik simpati anak yang ayahnya telah ia rebut.
Komunikasi
menjadi penting untuk pertumbuhan pribadi kita. Melalui komunikasi kita
menemukan diri kita mengembangkan konsep diri dan menetapkan hubungan kita
dengan dunia di sekitar kita. Hubungan kita dengan oarng lain akan menentukan
kualitas hidup kita. Bila orang lain tidak memahami gagasan Anda, bila pesan
Anda menjengkelkan mereka, bila Anda tidak berhasil mengatasi masalah pelik
karena orang lain menentang pendapat Anda dan tidak mau membantu Anda, bila
semakin sering Anda bekomunikasi semakin jauh jarak Anda dengan mereka. Anda
akan membentuk kepribadian Anda dengan mengatakan “Saya memang orang yang tidak
dapat membuat orang mengerti, saya bukan perayu”. Dalam psikologi, ini disebut
dengan “self concept”-konsep diri. “You don’t think what you are, you
are what you think”. Anda tidak bisa berpikir siapa anda, Anda adalah apa
yang Anda pikirkan tentang diri Anda”. “If you think you are foolish you will
be foolish”, jika Anda berpikir bahwa Anda tolol maka Anda pasti tolol.
Untuk Membentuk Konsep Diri.
Bagaimana
kita, sangat ditentukan bagaimana orang lain memandang kita. Dan bagaimana
orang lain memandang kita sangat ditentukan oleh penyajian diri kita (self-presentation).
Kita sudah mengetahui orang lain menilai kita berdasarkan petunjuk-petunjuk
yang kita berikan; dan dari penilaian itu mereka memperlakukan kita. Bila
mereka menilai kita berstatus rendah, kita tidak mendapatkan pelayanan
istimewa. Bila kita dianggap bodoh, mereka akan mengatur kita. Bila mereka
mengetahui kita lemah, mereka akan memperbudak kita. Untuk itu, kita secara
sengaja menampilkan diri kita (self-presentation) seperti yang kita
kehendaki. Dalam menyajikan diri, kita berusaha menampilkan petunjuk-petunjuk
tertentu untuk menimbulkan kesan tertentu pada diri penanggap. Erving Goffman
menyebut proses ini sebagai impression management (pengelolaan kesan).
Kita
memasang dasi, memakai kemeja Pierre de Cardin, menenteng tas President, dan
menyemprotkan minyak wangi dari Guy de La Roche. Mudah-mudahan dengan itu
wanita yang selama ini ingin kita rebut cintanya menilai kita sebagai manusia
yang cukup ‘bonafid’ untuk dicintai dan mencintai. Atau Anda memakai T-Shirt
bertuliskan “Kiss me tenderly!”, celana jeans ketat dengan tas jining dari
kulit ala Paris Hilton, rambut yang diset seperti Lady Di, dan sepatu tinggi
dari Itali. Anda ingin memberi kesan bahwa Anda gadis masa kini yang tidak
perlu diragukan.
Ternyata
kita tidak hanya menanggapi orang lain; kita juga mempresepsi diri kita. Diri
kita bukan lagi subjek penanggap, tetapi subjek yang memberi stimuli. Kita
menjadi subjek dan objek persepsi sekaligus. Bagaimana bisa? Charles Horton
Cooley menjelaskan bahwa kita membayangkan diri kita sebagai orang lain; dalam
benak kita. Cooley menyebut gejala ini looking-glass self (diri cermin);
seakan-akan kita sedang bercermin. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita
tampak pada orang lain; kita melihat sekilas diri kita seperti dalam cermin.
Misalnya, kita merasa wajah kita tampan. Kedua, kita membayangkan bagaimana
orang lain menilai penampilan kita. Kita membayangkan ada banyak orang yang
tergila-gila dan tertarik. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga; orang mungkin
merasa bahagia atau senang. Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada
gambaran dan penilain diri kita. Ini disebut konsep diri.
Apa
yang dimaksud dengan konsep diri? William D. Brooks mendefinisikan konsep diri
sebagai “those physical, social, and psychological perception of ourselves
that we have derived from experiences and our interaction with others”;
presepsi fisik, sosial dan psikologi kita yang kita peroleh dari pengalaman dan
interaksi kita dengan sesama. Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan
kita tentang diri kita. Konsep diri ini boleh bersifat psikologi, social dan
fisis. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga
penilain Anda tentang diri Anda. Jadi, konsep diri meliputi apa yang Anda
pikirkan dan apa yang Anda rasakan tentang diri Anda. Karena itu Anita Taylor et
al. mendefinisikan konsep diri sebagai “all you think and feel about
you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about your self”.
Nah,
karena komunikasi adalah sesuatu yang inheren dalam diri kita maka keberadaanya
tidak dapat ditolak. Kehadirannya merupakan sesuatu yang mesti tanpa pernah
diminta. Menolaknya berarti menolak kemanusiaan kita. Agar perkembangan
kemanusian kita tumbuh dengan baik, maka kita sedapat mungkin melakukan
komunikasi yang efektif. Apa tanda-tanda komunikasi yang efektif? Menurut
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, komunikasi yang efektif paling tidak
menimbulkan lima hal: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan
sosial yang makin baik, dan melahirkan tindakan.
Komunikasi pada dasarnya
merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan saluran apa? kepada siapa? dengan akibat
atau hasil apa? (who? says what? in which channel? to whom? with what effect?).
(Lasswell 1960).
Analisis 5 unsur menurut Lasswell (1960):1. Who? (siapa/sumber).
Sumber/komunikator adalah pelaku utama/pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu komunikasi,bisa seorang individu,kelompok,organisasi,maupun suatu negara sebagai komunikator.
2. Says What? (pesan).
Apa yang akan disampaikan/dikomunikasikan kepada penerima(komunikan),dari sumber(komunikator)atau isi informasi.Merupakan seperangkat symbol verbal/non verbal yang mewakili perasaan,nilai,gagasan/maksud sumber tadi. Ada 3 komponen pesan yaitu makna,symbol untuk menyampaikan makna,dan bentuk/organisasi pesan.
3. In Which Channel? (saluran/media).
Wahana/alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator(sumber) kepada komunikan(penerima) baik secara langsung(tatap muka),maupun tidak langsung(melalui media cetak/elektronik dll).
4. To Whom? (untuk siapa/penerima).
Orang/kelompok/organisasi/suatu negara yang menerima pesan dari sumber.Disebut tujuan(destination)/pendengar(listener)/khalayak(audience)/komunikan/penafsir/penyandi balik(decoder).
5. With What Effect? (dampak/efek).
Dampak/efek yang terjadi pada komunikan(penerima) setelah menerima pesan dari sumber,seperti perubahan sikap,bertambahnya pengetahuan, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar